perumahanbekasi.net - Jika dibuatkan sebuah survei untuk mendapatkan prosentase yang valid, dapat diduga jumlah orang yang merasa terlambat membeli rumah jauh lebih besar ketimbang mereka yang bersyukur karena sejak lama memutuskan untuk menyisihkan tabungannya untuk rumah. Ya, asumsi ini cukup berdasar karena beberapa pengembang rumah menengah, prosentase pembeli unit rumah dari usia di bawah 25 tahun sangat sedikit dibandingkan mereka yang sudah berkeluarga dan berusia di atas itu. Ini berkaitan erat dengan rendahnya kesadaran akan tingginya nilai investasi properti di kalangan pekerja atau profesional pemula.
Menurut Dewi Damajanti Widjaja, Senior Vice President Mortgage Permata Bank, keputusan mengenai kapan saatnya membeli properti dari masing-masing orang memang berbeda satu dengan lainnya. Masing-masing punya ukuran, jika Anda ingin menggunakan KPR (Kredit Pemilikan Rumah), maka Anda harus menyisihkan penghasilan setiap bulan untuk ditabung di bank melalui KPR. “Sebaliknya jika Anda ingin membeli secara tunai, maka silahkan Anda mengumpulkan uang sampai cukup baru membeli rumah. Tinggal hitung saja berapa lama dan berapa banyak yang bisa Anda kumpulkan sementara bagaimana dengan kenaikan harga rumah selama periode itu,” imbuhnya.
Sebagai contoh, seorang karyawan A dengan gaji per bulan Rp10 juta, ia telah menabung selama 3 tahun untuk mengumpulkan down payment (DP) dan biaya-biaya KPR dan memutuskan untuk membeli rumah seharga Rp300 juta dengan KPR selama 10 tahun. Dana di tabungannya dapat digunakan untuk DP dan biaya KPR selebihnya masih ada sisa Rp. 17,2 juta yang dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Setelah itu setiap bulan ia harus menyisihkan kurang lebih Rp3,6 juta untuk cicilan KPR. Nah, setelah 10 tahun, jumlah uang yang dia setor ke KPR mencapai Rp432 juta tetapi nilai rumahnya mungkin sudah mencapai Rp732 juta.
Bandingkan dengan idealisme Anda untuk memiliki rumah baru secara tunai dari hasil menabung, “Sudah berapa kenaikan harga rumah pada saat Anda sudah mengumpulkan banyak uang dan merasa siap untuk membeli rumah,” ujar Dewi.
Sebagai contoh lain, karyawan B memilih untuk menabung selama 13 tahun untuk membeli rumah agar terkumpul dana sebesar Rp 602,6 juta. Sebagai catatan saja, di tahun ke-10, rumah dengan jenis dan tipe yang sama dan baru mungkin tidak lagi di angka Rp732 juta sebagaimana rumah seken di atas. Pasalnya, rumah baru biasanya mematok harga lebih tinggi dibandingkan rumah seken.
Tren kenaikan harga properti di Indonesia yang rata-rata di atas 6% atau bahkan bisa mencapai 20% pada kawasan tertentu, tentu saja menjadikan KPR sebagai pilihan yang paling rasional. Apalagi jika obsesi mengumpulkan uang hingga cukup untuk membeli rumah pun tidak berjalan secara maksimal. “Di sini letak pentingnya edukasi mengenai investasi properti dengan pembiayaan melalui KPR bagi kalangan pemula,” (rumah123)